repository ptiq

Amtsal dalam Tafsir Al-Sya’rawi (Kajian Surah Al-Baqarah)

Asmungi, Asmungi (2015) Amtsal dalam Tafsir Al-Sya’rawi (Kajian Surah Al-Baqarah). Masters thesis, Institut PTIQ Jakarta.

[thumbnail of Amtsal dalam Tafsir Al-Sya’rawi (Kajian Surah Al-Baqarah)] Text (Amtsal dalam Tafsir Al-Sya’rawi (Kajian Surah Al-Baqarah))
2015-ASMUNGI-2012.pdf - Accepted Version

Download (2MB)

Abstract

Penafsiran Al-Qur’an selalu berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan (sains). Namun fenomena di masyarakat akhir-akhir ini menjadikan penafsiran Al-Qur’an mengalami kemunduran. Pembacaan dan penafsiran secara harfiah (tekstual) menjadikan Al-Qur’an itu sebagai kitab yang jauh dari misi rahmatan lil ‘âlamîn. Pesan dan kesan Al-Qur’an yang semula lemah lembut, mengandung unsur toleransi dan penghormatan yang tinggi menjadi terkesan saklek dan ekstrim. Padahal Al-Qur’an itu mengandung i’jâz (mukjizat) dan keindahan bahasa yang luar biasa (uslûb dan amtsâl) yang tidak bisa dipahami begitu saja tanpa menggunakan seperangkat ilmu (metodologi).
Amtsâl (perumpamaan) merupakan salah satu metode Al-Qur’an dalam menyampaikan pesan-pesan Al-Qur’an dan salah satu kemukjizatan Al-Qur’an yang mengandung banyak faidah bagi umat manusia sebagai targhîb, tarhîb, tahzir, mau’izhah dan i’tibâr. Namun kenyataannya, tidak semua orang mengetahuinya apa itu amtsâl, urgensinya dan bagaimana metodologinya?
Dalam Al-Qur’an Allah swt telah membuat semua perumpamaan yang dibutuhkan manusia. Ditemukan sebanyak 169 kali ayat-ayat yang menggunakan kata matsal dalam berbagai bentuknya. Al-Qur’an banyak menggunakan perumpamaan dalam memudahkan pengertian suatu masalah. Menurut Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, kata matsal di dalam Al-Qur’an dengan makna perumpamaan dan penyerupaan terdapat sebanyak 41 (empat puluh satu) kali dalam bentuk lafadz matsal, dan 22 kali dalam bentuk lafadz matsl dan 3 (tiga) kali dalam bentuk lafadz matsaluhum.
Dalam pandangan asy-Sya’rawi, perumpamaan adalah penjelas seseuatu yang samar, contoh hikmah bagi sesuatu yang jauh dari pendengaran dan penglihatan, agar diri pribadi mendapatkan petunjuk secara jelas, seperti melihat dalam cermin. Perumpamaan bersifat tetap, yaitu mendatangkan sesuatu yang telah terjadi, kemudian hal itu diucapkan dengan perkataan yang indah, padat, dan deskriptif, pada setiap situasi yang mempunyai kemiripan dengan keadaan ketika perumpamaan itu diucapkan. Perumpamaan bukanlah hakikat. Ungkapan- ungkapan Al-Qur’an tentang surga hanyalah sebatas gambaran untuk mendekatkan pemahaman dan gambaran tentang surga. Dan asy-Sya’rawi menegaskan, bahwa keajaiban Al-Qur’an adalah ia menghasilkan pengetahuan kesetiap pikiran sesuai dengan kapasitas dan tingkat inteleknya. Ia memberi pikiran itu sesuatu yang dapat memuaskannya. Jadi, kita dapat menemukan orang- orang yang buta huruf cukup puas mendengar Al-Qur’an yang dibacakan. Orang- orang terpelajar memperoleh kecukupan dan kepuasan dari membaca atau mendengarnya sampai pada penjelasannya yang penuh makna. Orang-orang yang sangat terpelajar menemukan hal-hal ajaib yang menantang dan merangsang pikiran dan pemikiran mereka. Dan dengan metode amtsal inilah Asy-Sya’rawi tafsirkan sebagian besar ayat-ayat Al-Qur’an.
Dalam berdakwah, untuk mencapai keberhasilannya dibutuhkan sebuah cara pandang baru terhadap Al-Qur’an, yaitu dengan tetap memperhatikan relevansi pada konteks saat turunnya Al-Qur’an, disisi yang lain memadukannya dengan konteks pada era sekarang ini. Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi menegaskan bahwa kebutuhan tersebut terletak pada penyampaiannya dalam bahasa yang bisa dipahami manusia pada umumnya, bukan menyesuaikannya untuk menerima hal-hal yang dibenarkan mereka. Berhasil tidaknya suatu misi dakwah tergantung kepada cara penyampaian dan pendekatan-pendekatan yang dilakukan. Metode tersebut ialah dengan keteladanan (uswatun hasanah). Sebab, esensi agama itu ialah perkataan yang diutarakan dan perangai yang diperlihatkan. Sehingga teori yang disampaikan harus dibarengi dengan prakteknya. Jika keduanya terpisah, maka hilanglah ruh dakwah tersebut. Rasulullah saw tidak pernah menyuruh sahabat kepada suatu perkara kecuali dia sudah melakukannya terlebih dahulu, begitu pula para sahabat sesudahnya.
Langkah-langkah asy-Sya’rawi dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan metode amtsâlnya ialah bahwa setiap tafsiran diberi perumpamaan semasa dan realitas kehidupan semasa dengan contoh-contoh yang berlaku di sekeliling orang-orang pada umumnya. Ini dilakukan asy-Sya’rawi untuk mendekatkan orang-orang dengan Al-Qur’an dan menjelaskan bahwa Al-Qur’an adalah sesuatu yang benar dan kitab yang bersesuaian dengan jiwa manusia dan kemanusiaan sepanjang zaman.
Signifikansi kajian ini adalah untuk mengetahui dan memperjelas kedudukan dan urgensi metode amtsâl dalam kitab tafsir asy-Sya’rawi. Penelitian ini ditempuh dengan menggunakan metode tafsir tematik. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif-analitik. Dengan metode dan pendekatan tersebut, penelitian ini difokuskan mengkaji amtsâl dalam tafsir asy- Sya’rawi, sehingga didapatkan kesimpulan mengenai penafsiran asy-Sya’rawi terhadap ayat-ayat Amtsal tersebut.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: 200. Agama > 2X1. Al-qur'an dan Ilmu yang Berkaitan
Divisions: Program Pascasarjana > Tesis > Ilmu Al-Quran dan Tafsir
Depositing User: Andi Jumardi
Date Deposited: 29 Aug 2021 13:02
Last Modified: 29 Aug 2021 13:02
URI: https://repository.ptiq.ac.id/id/eprint/122

Actions (login required)

View Item
View Item