repository ptiq

Pendidikan Asertif Gender dalam Perspektif Al-Qur’an

Sholichah, Aas Siti (2016) Pendidikan Asertif Gender dalam Perspektif Al-Qur’an. Masters thesis, Institut PTIQ Jakarta.

[thumbnail of Pendidikan Asertif Gender dalam Perspektif Al-Qur’an] Text (Pendidikan Asertif Gender dalam Perspektif Al-Qur’an)
2016-AAS SITI SHOLICHAH-2014.pdf - Accepted Version

Download (1MB)

Abstract

Tesis ini menjelaskan mengenai Pendidikan Asertif Gender dalam Perspektif Al-Qur’an. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pengumpulan data berdasarkan library research (penelitian kepustakaan) atau disebut juga content analysis (analisis isi). Adapun pendekatan dalam metode penafsiran Al-Qur’an menggunakan metode tematik. Tesis ini menganalisa teori konflik sosial Karl Mark yang menjadi rujukan mengenai teori gender. Teori konflik sosial memandang bahwa keseimbangan (equilibrium) tidak akan tercapai dalam masyarakat jika di dalamnya terjadi konflik. Konflik disebabkan oleh naluri alamiah manusia untuk memenuhi keinginan (ego) dan terbatasnya sumber daya. Teori konflik berkeyakinan bahwa setiap kelompok masyarakat memiliki kepentingan (interest) dan kekuasaan (power), termasuk hubungan antara laki-laki dan perempuan. Teori Karl Mark menunjukkan adanya konflik antara laki-laki dan perempuan. Terdapat subordinasi dan diskriminasi perempuan dilatarbelakangi adanya keberadaan perempuan diposisikan menjadi kelas dua. Perempuan dianggap tidak dapat menghasilkan produksi sedangkan laki-laki adalah penghasil produksi. Basis ekonomi yang tidak adil tersebut dapat memicu terjadinya konflik dan perubahan sosial. Tesis ini memaparkan tiga ranah pendidikan asertif gender perspektif Al-Qur’an, Pertama ranah domestik yang berkaitan dengan keluarga dan rumah tangga yaitu adanya hubungan antara suami dan isteri yang saling membutuhkan dan saling memahami yang dilandasi dengan sakinah (tenang), mawaddah (cinta), rahmah (kasih sayang), dan amanah (aman). Jika diumpamakan, pasangan suami dan isteri diibaratkan seperti pakaian yang saling melengkapi dan menutupi dari berbagai gangguan yang dapat membahayakan keduanya saling membutuhkan dan tidak ada yang lebih utama karena keduanya saling melengkapi. Kedua ranah publik yang berkaitan dengan hubungan dan peran social yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Al-Qur’an sangat mengapresiasi dan memberikan peluang bagi laki-laki dan perempuan untuk aktif dan terlibat penuh dalam ranah publik. Hal ini diisyaratkan beberapa ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan ranah publik seperti bidang politik (QS. Al-Ahzab/33: 35), (QS. At-Taubah/9: 71), pendidikan dan kemampuan (QS. Al-Mujadilah/58: 11), (QS. Al-Isra/17: 70), Pekerjaan (QS. An-Nahl/16: 97). Dari isyarat ayat-ayat Al-Qur’an tersebut seluruhnya ditujukan kepada laki-laki dan perempuan. Selain itu peran serta laki-laki dan perempuan dalam ranah publik juga dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, laki-laki dan perempuan diberikan kebebasan untuk berperan di ranah publik seperti Aisyah yang memimpin perang jamal, Ummu Amarah pejuang perempuan pertama yang ikut Perang Uhud dan Perang Haibar. Zainab bin Jahsy seorang pengusaha perempuan yang sukses, Rithah binti Abdullah al Tsaqafiyah seorang manager perusahaan. Pada saat Umar bin Khatab menjadi Khalifah terdapat kepala pasar yang dipimpin perempuan bernama Syifa. Selain itu pada masa pemerintahan al-Muqtadir terdapat hakim perempuan yaitu Tsumal al-Qahramanah dan Turkan Hatun al-Sulthan yang mengadili perdata dan pidana. Hal ini mengisyaratkanbahwa Al-Qur’an mengapresiasi secara adil setiap perbuatan dan keterlibatan lakilaki dan perempuan di ranah publik. Ketiga, ranah spiritual yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah SWT. Al-Qur’an memberikan apresiasi bagi laki-laki dan perempuan yang berperan sebagai abid dan khalifah. Abid adalah penghambaan manusia terhadap Allah SWT yang telah menciptakan manusia sedangkan khalifah adalah penghargaan yang diberikan Allah SWT kepada manusia yang diberikan kemampuan dan kelebihan akal. Selain itu Allah SWT memberikan apresiasi kepada laki-laki dan perempuan dengan memberikan pahala atas apa yang dilakukan tergantung kepada perbuatan (QS. Ali-Imran/3: 195). Jika teori Karl Mark menjelaskan bahwa terjadinya konflik antara laki-laki dan perempuan disebabkan adanya kepentingan (interest) dan kekuasaan (power), dimana penghasil modal yang mempunyai kekuasaan baik secara ekonomi, politik, pendidikan dan lain-lain, maka isyarat Al-Qur’an menjelaskan bahwa kehidupan antara laki-laki dan perempuan dilandasi adanya kesalingan dan kerjasama, karena Allah SWT menciptakan makhluk-Nya di bumi ini barpasang pasangan untuk saling melengkapi (QS. Adzariyat/51: 49), untuk itu seluruh aspek kehidupan baik yang berhubungan dengan ranah domestik, publik dan spiritual dilandasi dengan kerjasama dan saling memotifasi. Dalam Al-Qur’an, laki-laki dan perempuan diciptakan berpasangpasangan untuk saling mengenal dan memahami juga saling melengkapi. Kualitas Al-Qur’an dalam memandang manusia bukan karena perbedaan jenis kelamin, suku bangsa, bahasa, perbedaan struktur ekonomi, kemampuan dan kecerdasan dan lainnya, akan tetapi tingkat penghambaan diri kepada Allah SWT, serta kepedulian kepada sesama yang akan meningkatkan kualitas manusia menjadi derajat taqwa.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: 200. Agama > 2X7. Filsafat dan Pengembangannya > 2X7.3. Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Islam, Sekolah Islam
Divisions: Program Pascasarjana > Tesis > Manajemen Pendidikan Islam
Depositing User: Andi Jumardi
Date Deposited: 18 Oct 2021 03:50
Last Modified: 18 Oct 2021 03:50
URI: https://repository.ptiq.ac.id/id/eprint/242

Actions (login required)

View Item
View Item