Kesimpulan ini berbeda dengan pandangan beberapa tokoh yang menyebut bahwa kebebasan beragama merupakan pelanggaran yang pelakunya harus dihukum, bahkan dapat dihukum mati, sebagaimana keterangan hadits Nabi. Tokoh yang berpandangan ini misalnya Abdurrahman Al-Juzairî dan Nazila Ganea.
Pandangan ini juga sekaligus berbeda dengan pandangan kelompok liberal. Kelompok ini berpandangan bahwa dalam urusan memilih agama umat manusia bebas menentukan kehendaknya mana agama yang cocok. Orang yang beragama dibolehkan pindah dari satu agama ke agama yang lain. Tokoh yang setuju dengan pandangan kedua ini seperti Yunus Khotib dan Abdul Azis Sachadina.
Kebebasan beragama yang didefinisikan oleh Thâhir Ibn „Âsyûr relevan dalam konteks keindonesiaan. Setidaknya karena beberapa alasan. Pertama, karena Ibn „Âsyûr tidak memutlakkan dan membebasakan pindah-pindah agama, namun karena alasan-alasan tertentu. Ini sejalan dengan konteks Indonesia sebagai bangsa yang beragam agama, sehingga tidak ada kesan mempermainkan agama. Kedua, kebebasan beragama menurut Ibn „Âsyûr tidak boleh menyalahkan atau menganggap remeh agama yang lan. Dan ketiga, kebebasan beragama menurut Ibn „Âsyûr harus dipertimbangkan matang-matang bagi siapapun yang ingin pindah agama, agar tidak terkena hukum syariat yang memang melarangnya dan agar tidak timbul gejolak di masyarakat.
Metode yang digunakan adalah tematik tokoh, yaitu dengan menganalisa ayat-ayat tentang kebebasan beragama dalam penafsiran Thâhir Ibn Âsyûr. Pendekatan yang digunakan, selain kualitatif, adalah tafsir maqâshidi, maqâshid AlQur„an, dan hermeneutika.