Amanu, Amanu (2022) Thâgût Dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif atas Tafsîr Fî Zhilâlil Qur’ân dan Tafsîr Al-Azhâr ). Masters thesis, Institut PTIQ Jakarta.
2022-AMANU-2020.pdf
Download (2MB)
Abstract
Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah pertama, bagaimana penafsiran Sayyid Quthb dan Hamka tentang penafsiran kata thâgût dalam Al-Qur’an? Kedua, apa perbedaan penafsiran Sayyid Quthb dan Hamka tentang penafsiran kata thâgût dalam Al-Qur’an? Ketiga, Bagaimana relevansi penafsiran mereka berdua tentang thâgûtdengan konteks sekarang?.
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memaparkan dan memproporsionalkan data penafsiran Sayyid Quthb dan Hamka sebagai salah satu wacana bagi umat Islam terkait dengan berbagai macam penafsiran yang muncul pada zaman dulu sampai sekarang.
Dalam menjawab permasalahan di atas, penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research). Sementara pembahasan menggunakan metode muqârin (komparatif) dengan memaparkan bagaimana kedua mufasir menafsirkan kata thâgût dalam Al-Qur’an, kemudian membandingkan pendapat keduanya dalam menafsirkan kata tersebut.
Penelitian ini dilakukan karena melihat fenomena yang terjadi sekarang, banyak orang yang dengan mudahnya menyebut saudaranya sesama muslim sebagai thâgût padahal mereka sendiri sadar akan arti dan maksud dengan sebutan itu, thâgût sama artinya dengan kafir, dalam Al-Qur’an thâgût berarti melanggar kebenaran, kepercayaan yang melenceng, melampaui batas, setan dan berhala yang disembah-sembah orang kafir.
Hasil penelitian ini diketahui bahwa thâgût menurut Sayyid Quthb adalah memberikan kesempatan kepada manusia hak preogatif ‘uluhiyyah, yakni memberi hak manusia untuk membuat hukum, namun tidak sesuai dengan syariat Islam, contohnya adalah pemerintah yang membuat dan berhukum dengan hukum “buatan” sendiri, dalam artian tidak berpedoman dengan syariat Islam (hukum Allah).
Sedangkan menurut Hamka bahwa makna thâgût adalah segala sesuatu yang dipertuhankan dan di dewa-dewakan, apapun jenisnya, baik berupa raja yang zhalim, diktator yang memaksakan kehendak kepada rakyatnya, atau ulama yang dianggap suci atau dikramatkan, sehingga seluruh fatwanya wajib diikuti seperti firman Tuhan. Maka, ulama itu telah menjadi thâgût bagi yang mempercayainya.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah thâgût dalam Islam bermakna negatif, tidak boleh menyebut dengan julukan thâgût kepada saudara sesama muslim dengan julukan ini, karena julukan ini sama halnya dengan kafir, dan agama Islam melarang memberi julukan kafir kepada sesama saudara muslim.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | 200. Agama > 2X1. Al-qur'an dan Ilmu yang Berkaitan |
Divisions: | Pascasarjana > Tesis > Ilmu Al-Quran dan Tafsir |
Depositing User: | Siti Mariam |
Date Deposited: | 10 Jun 2023 03:42 |
Last Modified: | 10 Jun 2023 03:43 |
URI: | https://repository.ptiq.ac.id/id/eprint/1186 |