Melihat sosial budaya yang Patriarkhis, dinilai banyak mempengaruhi
mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran, ditambah tingginya kasus
KDRT akibat kurangnya pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai Islam
yang mengajarkan untuk saling menghargai antara laki-laki dan perempuan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif atau pendekatan
kepustakaan (library research) yaitu mengadakan penelitian berdasarkan
data-data dari buku yang ditulis oleh Hasbi dan sumber-sumber lainnya yang
berkaitan dengan masalah yang dibahas dala penelitian ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Perspektif Hasbi mengenai
kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan selain itu ingin melihat
perspektif seorang mufassir yang tumbuh besar dengan adat budaya suku
minangkabau yang memiliki keunikan dengan sistem matrilinealnya.
Sekaligus ingin mengetahui pandangan beliau terhadap beberapa ayat di
dalam kitab Tafsîr Al-Qur’anul Majid an-nûr terhadap beberapa hal yang
fundamental dalam masalah gender seperti: Penciptaan laki-laki dan
perempuan dalam Qs. An-Nisa 4:1, kesetaraan mengenai kesaksian
perempuan Qs. Al-Baqarah 1:282, Perwalian Qs. An-Nur 24:32, dan Qs. Al�Baqarah 1:221, Poligami 4:3, Nusyuz dalam Qs An-Nisa 4:34 dan yang
terakhir ialah mengenai hak warisan Qs. An-Nisa 4:11.
Berdasarkan dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
pandangan Hasbi mengenai kesetaraan persaksian perempuan ini ialah
menjelaskan bahwa perempuan kesaksiannya lebih tidak diunggulkan
dibandingkan dengan laki-laki karena pada dasarnya perempuan itu
pengetahuannya terbatas mengenai masalah tersebut, dan dalam perihal
pemukulan (Nusyuz) Hasbi mengganggap itu merupakan sebuah
pembelajaran, dengan syarat tidak merusak fisik, itupun ketika suaminya
sudah bertindak sesuai langkah-langkah yang disebutkan di dalam surah An�Nisa 34. Sedangkan di dalam beberapa masalah lain Hasbi menjunjung tinggi
kesetaraan laki-laki dan perempuan.
Kata Kunci: Gender, Hasbi, Tafsir An-Nur