repository ptiq

Kontroversi Hermeneutika Al-Qur’âN Sebagai Metodologi Menafsirkan Al-Qur’âN (Analisis Pemikiran Sahiron Syamsuddin Dan Adian Husaini)

Arrasyid, Ahmad Roisy (2023) Kontroversi Hermeneutika Al-Qur’âN Sebagai Metodologi Menafsirkan Al-Qur’âN (Analisis Pemikiran Sahiron Syamsuddin Dan Adian Husaini). Masters thesis, Institut PTIQ Jakarta.

[thumbnail of Naskah Tesis] Text (Naskah Tesis)
2023-AHMAD ROISY ARRASYID-2018.pdf - Accepted Version

Download (2MB)

Abstract

Tesis ini meneliti tentang kontroversi heremeneutika Al-Qur’an sebagai metodologi penafsiran Al-Qur’an analisis terhadap pemikiran Sahiron Syamsuddin dan Adian Husaini. Perdebatan tentang kemungkinan pengembangan ‘ulum Al-Qur’an melalui hermeneutika dan tentang penerapan hermeneutika dalam penafsiran Al-Qur’an hingga saat ini masih dimunculkan di kalangan para ulama dan sarjana Islam. Pro dan kontra pun terjadi dan tidak dapat dihindari. Sebagian dari mereka menolak hermeneutika secara totalitas. Sebagian yang lain menerimannya secara keseluruhan dan sebagian yang lain lagi berusaha menengah-nengahi perbedaan pendapat tersebut dengan mengatakan bahwa sebagian teori hermeneutika dipandang acceptable (diterima) dalam kajian keislaman. Di Indonesia misalnya, sarjana-sarjana seperti Adian Husaini, menolak hermeneutika secara mutlak. Ada juga Sahiron Syamsuddin yang berusaha memberikan argumentasi bahwa hermeneutika bisa di aplikasikan sebagai metode untuk menafsirkan Al-Qur’an.
Sahiron Syamsuddin dari kubu mereka yang pro hermeneutika berargumentasi.Pertama, bahwa secara terminologi, hermeneutika (yang salah satu obyek bahasannya adalah metode penafsiran) dan ilmu tafsir pada dasarnya tidaklah berbeda. Keduanya mengajarkan kepada kita bagaimana kita memahami dan menafsirkan teks secara benar dan cermat. Yang membedakan antara keduanya, selain sejarah kemunculannya, adalah ruang lingkup dan obyek pembahasannya: hermeneutika, sebagaimana yang diungkapkan diatas, mencakup seluruh objek penelitian dalam ilmu sosial dan humaniora (termasuk di dalamnya bahasa atau teks, simbol dan prilaku manusia), sementara ilmu tafsir hanya berkaitan dengan teks. Teks sebagai obyek inilah yang mempersatukan antara hermeneutika dan ilmu tafsir. Kedua, Upaya mensintesiskan kajian Islam dengan disiplin-disiplin ilmu “Sekular” bukanlah hal yang baru di dunia Islam. Tentunya sintesis antara dua atau lebih disiplin ilmu tersebut dilakukan dari masa ke masa dengan memperhatikan perkembangan ilmu yang ada. Pada abad ke-3 H/ ke-9 M misalnya, kaum Mu’tazilah menggabungkan teologi Islam dengan filisafat Yunani yang saat itu menjadi ciri dan dominan dalam kajian-kajian keagamaan, sosial, dan sains. Abu l-Hudzayl al-‘Alaf (w. 227/841), mensintesakan Atomismus Yunani dengan teologi Islam. Fakhr al-Dîn al-Râzi, seorang penafsir klasik, memasukan temuan-temuan ilmiah pada masanya kedalam kitab tafsirnya mafâtih al-ghayb untuk menunjukkan kemukjizatan Al-Qur’ân dalam bidang sains.
Adapun Adian Husaini dari kubu yang menolak berargumentasi yang poin terpentingnya adalah bahwa dalam menafsirkan Al-Qur’an metodologi yang digunakan haruslah sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW, para sahabat, tabi’in, serta para ulama yang mumpuni. Dengan kata lain merekalah rujukan utama kita. Dan tambahnya, seorang mufassir dituntut menguasai beberapa cabang ilmu untuk dapat menafsirkan sesuai kaidah tafsir Islam. Seseorang tidak memiliki kewenangan untuk menafsirkan, bila dia tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menjadi seorang mufassir. Menafsirkan Al-Qur’a>n tanpa landasan ilmu dan berbicara mengenai makna Al-Qur’an bagi orang yang bukan ahli dalam bidang tersebut haram hukumnya. Hukum ini disimpulkan berdasarkan banyak hadist, dan dikuatkan oleh ijmak yang berlaku. Dan bagi yang memiliki kepakaran dalam tafsir dan perangkat untuk memahami makna-makna Al-Qur’a>n, sedangkan ia memiliki dugaan kuat mengenai maksud kandungannya, maka ia boleh menafsirkan jika penafsiran itu masih dalam ranah yang dibolehkan ijtihad, seperti dalam makna, hukum yang tersembunyi, dan yang jelas, umum, khusus, i’rab, dan lainnya. Namun jika penafsiran itu sudah masuk dalam ranah yang tidak bisa digunakan ijtihad, seperti permasalahan yang harus difahami berdasarkan dalil naql (Al-Qur’an dan Sunnah) dan penafisran lafal-lafal secara bahasa maka tidak boleh membahasnya kecuali terdapat dalam riwayats{ahi>h dari para ulama yang berkompeten didalamnya.
Penelitian tesis ini setidaknya dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu-ilmu keislaman. Pertama, penelitian ini membuktikan adanya sejumlah pemahaman baru yang berbeda dengan tradisi ilmu tafsir dan Al-Qur’an sebelumnya. Metode penafsiran yang lebih memberikan peran berimbang antara teks, pengarang, dan penafsir. Kedua, semangat zaman yang melatarbelakangi gagasan penerapan hermeneutika antara lain semangat untuk memecahkan kebuntuan pemikiran Islam, guna merespon tantangan modernesisasi dan globalisasi. Sementara itu penolakan terhadap hermeutika dilatarbelakangi oleh semangat menentang hegemoni Barat dalam tradisi pemikiran Islam dan keinginan untuk mempertahankan tradisi keilmuan Islam yang telah mapan.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: 200. Agama > 2X1. Al-qur'an dan Ilmu yang Berkaitan
Divisions: Program Pascasarjana > Tesis > Ilmu Al-Quran dan Tafsir
Depositing User: Siti Mariam
Date Deposited: 21 Feb 2024 08:54
Last Modified: 21 Feb 2024 08:54
URI: https://repository.ptiq.ac.id/id/eprint/1452

Actions (login required)

View Item
View Item