Praktik kesetaraan gender hingga kini belum sepenuhnya terealisasi, faktanya bahwa hampir mayoritas ritual tarekat mencitrakan Tuhan dalam bentuk atau citra laki-laki dan menganut pola kepemimpinan yang pada ujungnya mengesahkan superioritas laki-laki sebagai seorang mursyid ketimbang perempuan. Perempuan dalam konteks ini senantiasa terkesan dimarginalisasikan atau sengaja dinomor duakan dengan berbagai asumsi patriarki yang terbangun.
Pada penelitian ini penulis akan menguraikan pandangan dan pemikiran seorang tokoh sufi sekaligus mufassir yaitu Ibnu ‘Arabi terkait dengan implementasi kesetaraan gender pada mursyid perempuan dengan mengambil ayat-ayat kepemimpinan dalam tafsir Ibnu ‘Arabi. Metode yang penulis gunakan adalah pendekatan metode kualitatif (library reseach) Adapun sumber data primer yang digunakan adalah Al-Qur’an dan kitab tafsir karya Ibnu Arabi sedangkan sumber data sekunder yaitu buku, jurnal, tesis, kitab dan sumber lain yang mendukung untuk menyempurnakan tesis.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Ibnu ‘Arabi apresiatif pada gender (seorang perempuan menjadi mursyid) yang dibuktikan dari pemikirannya tentang kesetaraan gender. Menurutnya perempuan berada pada tiga kedudukan, adakalanya lebih rendah, adakalanya setara dan adakalanya lebih tinggi dari laki-laki. salah satu contoh bentuk kesetaraan perempuan dan laki-laki menurutnya perempuaan juga bisa mencapai pada tingkatan spiritual. Dalam hal ini Ibnu ‘Arabipun memiliki guru-guru sufi perempuan, mereka sangat dikaguminya. Jika dilihat secara umum justru Ibnu ‘Arabi lebih condong pada perempuan, karena menurutnya perempuan merupakan media untuk bisa dekat dengan Tuhan. Sebagaimana yang terdapat dalam kitab tarjuman li al-asywaq, disitu terdapat syair-syair kerinduan Ibnu ‘Arabi.