repository ptiq

Adâbî Ijtimâ’î Dalam Penafsiran Ayat Gender Perspektif Muhammad Abduh

Muslimah, Siti Iyam (2024) Adâbî Ijtimâ’î Dalam Penafsiran Ayat Gender Perspektif Muhammad Abduh. Masters thesis, Institut PTIQ Jakarta.

[thumbnail of Naskah Tesis] Text (Naskah Tesis)
2024-SITI IYAM MUSLIMAH-2022.pdf - Accepted Version

Download (2MB)

Abstract

Berangkat dari argumen yang dipaparkan oleh Amina Wadud dan Zaitunah Subhan, bahwa penafsiran bias gender disebabkan oleh mufasir yang berjenis kelamin laki-laki. Maka dapat diasumsikan bahwa tidak ada mufasir laki-laki yang dapat melahirkan tafsir yang adil gender. Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata penafsiran Muhammad Abduh memberikan nilai yang imbang dalam memandang ayat-ayat relasi gender. Sehingga, sampailah pada argumen bahwa realitas sosial masyarakat memberikan pengaruh signifikan terhadap seseorang dalam menafsirkan Al-Qur`an. Keadaan politik dan masyarakat yang memprihatinkan mendorong Abduh untuk melakukan dobrakan dan perubahan dalam menjunjung keadilan.
Isu gender terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pembahasannya akan terus diperbincangkan untuk menghadirkan keadilan dan menghindari kemudharatan. Perubahan zaman juga diikuti dengan perubahan peran perempuan dan laki-laki dalam ruang domestik dan publik, yang membuat interpretasi mengenai gender juga mengalami penyesuaian. Penelitian ini akan membedah pemikiran Muhammad Abduh tentang relasi gender yang tertuang dalam magnum opusnya, Tafsîr al-Manâr. Tema-tema yang diambil adalah: Derajat Perempuan, Kesaksian Perempuan, Poligami, dan Nusyûz Istri. Dalam penelitian ini penulis mengaplikasikan metode kualitatif dengan studi kepustakaan murni. Pisau analisis yang digunakan untuk membedah penafsiran Muhammad Abduh ini adalah teori adâbî ijtimâ’îyaitu sebuah teori yang berusaha menghubungkan teks-teks Al-Qur`an dengan kondisi sosial masyarakat.
Melalui analisa dengan teori adâbî ijtimâ’î ini, dapat disimpulkan bahwa Muhammad Abduh memiliki pandangan yang progresif terhadap perempuan dalam Islam. Ia meyakini bahwa perempuan dan laki-laki memiliki nilai yang setara di hadapan Allah, dengan hak dan kewajiban yang sejajar. Meskipun ada perbedaan dalam aturan kesaksian antara pria dan wanita, hal itu bukan karena inferioritas wanita, melainkan karena konteks sosial pada masa itu. Abduh juga menyarankan agar praktik poligami dijadikan pilihan terakhir, bukan kewajiban, karena adanya masalah sosial yang timbul dari praktik tersebut. Selain itu, ia menolak pemukulan terhadap istri kecuali dalam keadaan darurat dengan syarat-syarat yang ketat dan tetap memperlakukannya dengan lemah lembut.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: 200. Agama > 2X1. Al-qur'an dan Ilmu yang Berkaitan
Divisions: Pascasarjana > Tesis > Ilmu Al-Quran dan Tafsir
Depositing User: Siti Mariam
Date Deposited: 09 Feb 2025 05:40
Last Modified: 09 Feb 2025 05:40
URI: https://repository.ptiq.ac.id/id/eprint/1638

Actions (login required)

View Item
View Item