Disertasi ini menyimpulkan bahwa formulasi konsep kecerdasan gender dalam kepemimpinan politik mengandung ide dan inspirasi untuk diimplementasikan dalam mengelola kekuasan politik. Formulasi kecerdas-an gender terdiri dari empat aspek: pertama, pemahaman terhadap kesetaraan hak-hak politik laki-laki dan perempuan. Kedua, penerapan gaya berpikir laki-laki dan perempuan mengatur kekuasaan politik. Ketiga, penerapan feminitas dan maskulinitas mengendalikan kekuasaan politik. Keempat, penerapan model-model regulasi emosi mengelola kekuasaan politik.
Kesimpulan di atas diperoleh dengan cara menganalisis empat hal: 1. Kesetaraan hak-hak politik laki-laki dan perempuan. 2. Perbedaan kecenderungan berpikir/bertindak laki-laki dan perempuan. 3. Dimensi karakter feminin-maskulin. 4. Model-model regulasi emosi laki-laki dan perempuan mengelola kekuasaan politik. Diintegrasikan dengan menggunakan kajian tafsir tematik melalui isyarat Al-Qur’an dan hadist yang berkaitan dengan kecerdasan gender.
Temuan dalam disertasi ini mendukung pandangan, Helen Fisher (2002), Taufiq Pasiak (2005) Louan brizendine (2006), Jhon W Santrok (2007) Abdul Wahab ar-Rawi (2008) RaginiVerma (2013), Annis Barbara (2014), dalam hal perbedaan cara berpikir dan bertindak laki-laki dan perempuan. Mendukung Sayyid Qutub dalam hal keistimewaan yang dimiliki laki-laki dan perempuan, Nasaruddin Umar (2001), Nurarfiyah Febriyani (2014) dalam hal kesetaraan gender.
Disertasi ini berbeda pandangan dalam beberapa hal dengan Gina Rippon (2019), Katherine M Bishop, Douglas Wahlsten (1997). Penelitian ini juga berbeda pandangan dengan Catherine Hill (2016) dalam hal maskulinitas konsep kepemimpinan,
Metode penelitian yang digunakan dalam disertasi ini adalah penelitian kualitatif melalui riset kepustakaan. Metode penafsiran Al-Qur’an yang digunakan adalah tafsir tematik versi Abd al-Farmawi. Metode ini digunakan untuk menyusun formulasi kecerdasan gender dalam kepemimpinan politik