Pernikahan dini terus menjadi isu sosial yang sangat kompleks dan berkelanjutan di berbagai lapisan masyarakat. Faktor-faktor seperti ketidaksiapan psikologis, kurangnya komunikasi, tekanan ekonomi, dan pengaruh budaya sering kali menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga pasangan muda. Meskipun pernikahan dini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, praktik pernikahan dini masih banyak dilakukan karena berbagai faktor seperti budaya, tekanan sosial, ekonomi, dan pendidikan. Dampak pernikahan dini tidak hanya dirasakan pada individu yang terlibat tetapi juga pada struktur keluarga dan masyarakat seperti peningkatan tingkat perceraian, keterbatasan ekonomi, serta kesejahteraan anak. Hal ini juga digambarkan dalam film Dua Hati Biru yang menceritakan hubungan sepasang anak muda yaitu Bima dan Dara yang memiliki banyak tantangan serta rintangan dalam rumah tangganya, termasuk konflik peran keluarga, perbedaan pola asuh, dan permasalahan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konstruksi pesan moral mengenai pernikahan dini pada keluarga muslim dalam film Dua Hati Biru dengan pendekatan kualitatif analisis Semiotika Charles Sanders Peirce. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa film Dua Hati Biru mampu merepresentasikan kompleksitas pernikahan dini melalui tanda-tanda semiotika yang menunjukkan pentingnya tanggung jawab dalam pernikahan. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi pembelajaran serta pemahaman untuk masyarakat terkait dampak dari pernikahan dan menjadi rujukan untuk kajian semiotika film sebagai media refleksi sosial dan pengetahuan masyarakat.