Haris, Abd. (2025) Rekonsepsi Siri’ Sebagai Modal Sosial Masyarakat Bugis Perspektif Al-Qur’an. Doctoral thesis, Universitas PTIQ Jakarta.
2021-ABD. HARIS-2025.pdf - Accepted Version
Download (3MB)
Abstract
Disertasi ini menyimpulkan adanya distorsi paradigmatik dalam pemahaman sebagian masyarakat Bugis terhadap konsep siri’ sehingga mengalami miskonsepsi (misconception), kesalahpahaman (misunderstanding) dan dekontekstualisasi dalam perspektif Al-Qur'an. Konsep al-hayâ' (malu) dalam Al-Qur'an secara fundamental menekankan dimensi akhlak, adab, dan moralitas tinggi sebagai substansi kebaikan secara komprehensif, namun dalam realitas sosial, siri’ disalahpahami sebagai justifikasi dan legitimasi terhadap tindakan destruktif, amoral, asusila dan dehumanisasi untuk memulihkan harga diri dan kehormatan, yang justru tidak relevan dari makna autentik al-hayâ' yang dikonseptualisasikan Al-Qur’an. Memaknai siri’ melalui tindakan destruktif dan tidak etis tersebut memanifestasikan siri’ pada konteks fadhan aib (disgrace) yang mengakibatkan hilangnya harga diri dan kehormatan hingga mengeliminasi nilai-nilai kemanusiaan, hak hidup, kedamaian, dan harmoni sosial. Dengan demikian, penelitian ini menegaskan urgensi rekonsepsi siri’ melalui isyarat Al-Qur’an.
Temuan penelitian ini diperoleh melalui analisis terhadap isyarat-isyarat Al-Qur'an tentang konseptualisasi malu (al-hayâ') dan fadhan (disgrace) dengan konstruksi terminologis yang sistematis. Pertama, QS. Al-Baqarah/2:26 mendeskripsikan Allah Swt sebagai dzhûl al-hayâ' (Pemilik rasa malu) yang tidak enggan menginformasikan kebenaran (al-haqq). Kedua, QS. Al-Qaṣaṣ/28:25 mendemonstrasikan karakter dan kepribadian bermartabat dan bermoral tinggi (al-hayâ') melalui ilustrasi putri Nabi Syu'aib a.s yang mengawasi dirinya ('iffah) secara fisik, psikis, dan spiritual untuk menghindari kenistaan sebagaimana keluhuran akhlak Nabi Musa a.s. Ketiga, QS. Al-Ahzâb/33:53 menjelaskan adab dan interaksi sosial yang menjaga privasi diri dan orang lain dalam konteks sosial untuk memelihara kehormatan kolektif. Keempat, QS. Al-Hijr/15:68 mengindikasikan pentingnya memiliki rasa malu dan menjaga kehormatan sebab aib, fadhan (disgrace) yang memalukan, di mana M. Quraish Shihab menginterpretasikan tafdahûn sebagai malu dalam konteks terbukanya aib yang merusak tatanan nilai kehormatan (karâm) diri dan sebab orang lain (faktor eksternal).
Penelitian ini mendukung dan mengembangkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh M. Quraish Shihab (2022), Hamka (2015), Said Agil Husin Al-Munawar (2002), Ali Jum'ah (2021), Mukhtar Jum'ah (2022), dan Koentjaraningrat (1984) bahwa mempertahankan harga diri, dan kehormatan melalui tindakan destruktif merupakan paradigma yang tidak selaras dengan konsep Al-Qur'an. Disertasi ini berbeda dengan perspektif H. Tn. Chabot (1950) Shelly Errington (1977) M. Natzir Said, dan C.H. Alam Basjah dan Sappena (1966) yang memaknai siri’ sebagai stimulus untuk melakukan tindakan disharmoni sosial.
Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif dengan pendekatan studi pustaka (library research) yang memanfaatkan data dan informasi dari sumber-sumber kepustakaan, seperti kitab-kitab tafsir (mufassir), hadis, karya ulama berbasis turâth, dan dokumen tertulis lainnya yang berkaitan dengan al-hayâ' secara tematik. Analisis data dilakukan dengan metode mawdû'ȋ (tematik) Al-Farmâwȋ untuk mengonstruksi kerangka konseptual yang holistik dan memperkuat fondasi teori serta analisis dalam penelitian ini.
| Item Type: | Thesis (Doctoral) |
|---|---|
| Subjects: | 200. Agama > 2X1. Al-qur'an dan Ilmu yang Berkaitan |
| Divisions: | Pascasarjana > Disertasi > Ilmu Al-Quran dan Tafsir |
| Depositing User: | Kamir Kamir |
| Date Deposited: | 12 Nov 2025 08:06 |
| Last Modified: | 12 Nov 2025 08:06 |
| URI: | https://repository.ptiq.ac.id/id/eprint/1918 |
