Judul tesis yang penulis buat ini dilatar-belakangi oleh perkembangan bentuk tafsir yang sebelumnya berorientasi pada riwayah dan dirayah, kemudian muncul bentuk tafsir yang berorientasi pada isyarah yang dipelopori oleh madzhab sufi. Selain itu, di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat muhkam dan mutasyabih yang telah lama menjadi perdebatan di kalangan mufasir tentang pembagian dan ciri ayat tersebut. Mayoritas ulama bidang ilmu-ilmu Al-Qur‟an
menyebutkan bahwa salah satu ciri ayat mutasyabih adalah huruf-huruf muqatha‟ah yang menjadi fawâtiẖussuwâr dalam Al-Qur’an. Di sini, kaum sufi memperoleh peluang untuk mendukung paham mereka yang mengatakan bahwa kaum sufi mengetahui tafsir/ta‟wil ayat-ayat mutasyabih karena kedekatan diri mereka kepada Allah swt. untuk menguatkan pendapat ini mereka merujuk pada ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa tidak ada yang mengetahui ta‟wil ayat-ayat mutasyabihat melainkan orang-orang yang mendalam ilmunya. Mendalam Ilmunya bagi mereka adalah mendalam ma‟rifatnya kepada Allah swt. Selain itu, mayoritas ulama yang menyusun kitab-kitab Ilmu Al-Qur’an menulis di dalamnya, di antara ilmu-ilmu yang diharuskan mufasir memilikinya adalah ilmu mauhibah, ilmu yang Allah ajarkan langsung kepada hamba-Nya dengan cara melakukan latihan-latihan suluk dan pensucian jiwa. Dua landasan yang mengilhami kaum sufi ini menjadikan sebagian mereka tidak memandang suatu ayat muhkam ataukah mutasyabih, oleh karena itu, mereka menakwilkan ayat-ayat yang oleh mayoritas ulama Al-Qur‟an dianggap mutasyabih. Terkadang penakwilan mereka terhadap ayat-ayat mutasyabih jauh dari makna yang dimaksud sehingga mereka seolah-olah telah melampaui batas teks dan tafsir. Di sisi lain, perkembangan tasawuf pada abad ke –IV H. telah membuat ajaran tasawuf terkontaminasi oleh pemikiran-pemikiran filsafat yang berasal dari ajaran Hinduisme, Budhaisme, Filsafat Yunani, dan Ajaran Nasrani.
Akibat dari percampuran pemikiran ini, kaum sufi mulai menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an dengan menggunakan metode filsafat bahkan materi filsafat itu sendiri untuk menopang paham mereka. Penafsiran seperti ini telah dilakukan dengan baik oleh tokoh sufi terkemuka, yaitu Syaikh Al-Akbar Mahyuddin Ibnu Arabi lewat teori waẖdatul wujûd-nya yang kemudian lebih dikembangkannya melalui ajaran Ḫaqîqah Muhammadiyah, waẖdatul adyân dan insan kamil. Ketiga bagian dari teori waẖdatul wujûd ini kemudian digunakan oleh Ibnu Arabi untuk menafsirkan huruf-huruf muqatha‟ah yang menjadi fawâtiẖussuwâr Al-Qur’an.
Di kemudian hari, istilah-istilah yang dipakai oleh Ibnu Arabi menafsirkan huruf-huruf muqatha’ah juga dipakai oleh sufi Nusantara untuk menjelaskan proses kejadian alam. Lebih dari itu, teori waẖdatul wujûd bersama ketiga bagiannya juga telah mengilhami lahirnya berbagai paham dan aliran di Nusantara.
Untuk diketahui, jenis penulisan tesis ini adalah library research, yaitu deskriptif analisis kualitatif. Penulisan tesis ini lebih diarahkan kepada para peminat tafsir agar mengetahui bagaimana pengaruh paham waẖdatul wujûd terhadap penafsiran Al-Qur’an.