Kesimpulan tesis ini adalah: dalam perspektif maqâshid Al-Qur‘an Thâhir Ibn Âsyûr, ayat-ayat yang diduga sebagai (kuasi) dalil formalisasi syariat Islam bermuara pada tujuan kemaslahatan banyak orang. Ayat-ayat kuasi formalisasi syariat tidak sama sekali memberi makna perintah untuk menerapkan syariat Islam dalam ruang publik kapan dan di manapun. Ayat-ayat tersebut yaitu: Al-Baqarah/2: 208, memiliki maqâshid Al-Qur‘an berupa perintah masuk agama Islam bagi Muslim dengan nilai-nilai universalnya dan nilai-nilai universal bagi semua manusia; Al-Mâ‘idah/4:60, memiliki maqâshid Al-Qur‘an bahwa taghut adalah wujud selain Allah yang disembah dan tindakan tidak patuh kepada pemimpin yang sah; Al-Mâ‘idah/5: 44, memiliki maqâshid Al-Qur‘an yaitu bahwa label kafir adalah ketidaktaatan pemeluk agama pada syariat agama samawi disertai sikap tidak member kemaslahatan di muka bumi; Al-Mâ‘idah/5: 45 dan 47, memiliki maqâshid Al-Qur‘an bahwa zalim dan fasik adalah label bagi pemeluk agama apapun yang tidak mentaati ketentuan Allah dalam kitab suci dan tidak member kemaslahatan; An-Nisâ/4: 59, memiliki maqâshid Al-Qur‘an bahwa ulil amri adalah pemimpin dengan nama apapun yang adil, amanah, dan member maslahat dan An-Nisâ/4: 65, memiliki maqâshid Al-Qur‘an bahwa syariat Muhammad adalah syariat Islam yang Adil dan hukum ijtihad yang bernilai keadilan.
Kesimpulan Tesis ini memiliki kesamaan pendapat dengan Abdullâh Aẖmad An-Na‘îm, Ibn Taimiyyah (w. 1328), Alî Abd Al-Râziq (w. 1966), Ahmad Thayyib dan Nurcholis Madjid (w. 2005), yang menegaskan bahwa formalisasi syariat pada intinya adalah formalisasi nilai-nilai universal Islam berupa kemaslahatan di tengah umat. Menurut mereka, di mana ada kemaslahatan maka di situlah syariat Islam telah teraplikasikan dengan baik.
Sementara itu temuan Tesis ini berbeda dengan pendapat beberapa tokoh, seperti Hassan Turâbî (w. 2016 M), Taqî al-Dîn An-Nabhânî (w. 1977 M), Hasan Al-Banna (w. 1949 M), Sayyid Quthb (w. 1966) dan Abu Bakar Al-Baghdâdî (2019), yang berkeyakinan bahwa formalisasi syariat Islam di dalam kehidupan beragama dan bernegara dengan syariat yang tertulis secara tekstual dalam Al-Qur‘an dan sunah Nabi adalah sebuah kewajiban. Mereka menegaskan itu merupakan perintah mutlak dari Allah Swt.
Hal menarik lain yang ditemukan dalam tesis ini bahwa, maqâshid Al-Qur‘an atas kuasi formalisasi syariat Islam dalam temuan ini ialah hasil pemaknaan ayat-ayat Al-Qur‘an yang otentik, yang tidak dipengaruhi oleh praduga-praduga yang melatarbelakangi seorang Mufasir yang dapat menjerumuskan pada penafsiran yang subjektif. Praduga-praduga tersebut sebagaimana penafsiran yang dihasilkan oleh sebagian kelompok Islam yang mendukung formalisasi syariat Islam dalam ruang dan waktu kapan dan di manapun. Seringkali, penafsirannya dilatarbelakangi oleh ideologi organisasi kelompok Islam yang diikutinya, seperti Ḫizbut Taẖrîr, Ikhwân Al-Muslimîn, atau ISIS. Demikian itu, selain tidak sejalan dengan apa yang ingin dimaksudkan Al-Qur‘an, juga terindikasi adanya pengandaian-pengandaian yang digunakan oleh Mufasirnya dalam memahami ayat-ayat kuasi formalisasi syariat Islam.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah tematik tokoh, yaitu mengumpulkan ayat-ayat kuasi formalisasi syariat Islam dengan memahaminya melalui tafsir seorang tokoh Thâhir Ibn ‗Âsyûr. Pendekatan yang digunakan, selain kualitatif, adalah tafsir maqâshidi, maqâshid Al-Qur‘an, hermeneutika double movement, dan fenomenologi.