Nurchakim, Lukman (2017) Kebebasan Berkeyakinan dalam Tafsȋr Al-Munȋr. Masters thesis, Institut PTIQ Jakarta.
2017-LUKMAN NURCHAKIM-2014.pdf - Accepted Version
Download (2MB)
Abstract
Kesimpulan tesis ini adalah temuan penulis tentang beberapa pandangan Tafsîr al-MunîrFi al-„Aqîdah Wa asy-Syarî‟ah Wa al-Manhaj
karya Wahbah Zuhaili (w. 2015M) mengenai kebebasan berkeyakinan, bahwa tidak ada paksaan dalam beragama dan berkeyakinan dimana kebenaran Islam tidak membutuhkan paksaan terhadap siapapun untuk memeluknya atau mengimaninya. Kewenangan terhadap akal dan hati manusia adalah milik Allah. Hidayah iman terwujud dengan petunjuk Allah dan juga kesiapan diri untuk melihat ayat-ayat kebesaran Allah. Semua itu tercapai dengan menyaksikan cahaya dalil kebenaran Islam, bukan dengan tekanan dan paksaan. Bila kewenangan memberi hidayah kepada manusia menjadi milik Allah semata dimana akal dan hati manusia dalam penguasaan- Nya maka manusia tidak ada sedikitpun wewenang untuk menentukan keyakinan manusia lain. Haknya hanya boleh mengajak dengan memberi informasi yang benar dan jujur tentang suatu keyakinan.
Dalam temuan penulis pandangan Tafsîr al-Munîrtentang aspek kebebasan yang terkait berkeyakinan yaitu kebebasan dari dapat dipahami dari kenyataan begitu ragamnya alam ini diciptakan. Keragaman itu menyangkut fenomena alam di sekitar manusia. Dan keragaman itu juga menyangkut manusia dari segi bahasa, adat istiadat, ras bahkan ragam dalam keyakinan. Perbedaan-perbedaan dan keragaman manusia dalam berbagai agama dan kepercayaan adalah bentuk ujian bagi manusia. Adanya perbedaan dan keragaman itu bukan sesuatu yang terjadi begitu saja tapi melalui proses yang panjang yang menunjukkan akan sebuah takdir bagi perjalanan manusia.
Di antara temuan dalam penelitian ini adalah pernyataan bahwa ayat- ayat ”toleransi”, seperti QS. al-Baqarah/2:256 tidaklah dinasakh/dianulir oleh apa yang dinamakan ayat-ayat “pedang”, semisal QS. at-Taubah/9:5. Artinya keduanya dapat diterapkan dalam situasi dan kondisinya masing- masing. Dengan demikian segala aktifitas dalam kerangka kebebasan berkeyakinan adalah diperbolehkan seperti kaum muslimin diperbolehkan untuk berhubungan baik, berlaku adil dan bekerjasama dengan non muslim untuk kemaslahatan bersama. Perang dalam Syariat Islam bukan intrumen untuk memaksakan keyakinan. Tapi ia sebagai bentuk pembelaan diri dan dalam rangka membela dakwah Islam
Tafsîr al-Munîrmemiliki kesamaan pandangan denganTafsîr At-Tashîl Li „Ulûm at-Tanzîl karyaIbnu Juzzi ,Tafsîr al-Qurân al-Karîm karya Ibnu Katsir (w. 1373M),At-Tafsîr al-Kabîr karya Ibnu Taimiyah (w. 1328M) dan Badâ‟iu at-Tafsîr karya Ibnu Qayyim (w. 1350M) yang menafikan nasakh ayat-ayat “toleransi”.
Tafsîr al-Munîr berbeda pandangan dengan Tafsir Ma‟âlim al-Tanzil
karya al-Baghawi (w. 1122M), Al-Muharrar al-Wajîz Fi Tafsîr al-Kitâb al-Azîz karyaIbnu Athiyah (w. 541H) dan Tafsir al-Bahr al-Muhith karya Abu
Hayan al-Andalusi (w. 1344M) yang menyatakan adanya nasakh/anulir pada ayat-ayat “toleransi”.
Penulis juga menemukan beberapa hal, yaitu keyakinan adalah hak asasi yang dimiliki oleh setiap insan. Ia berhak mengajarkan dan mengekspresikan keyakinannya baik sendiri-sendiri atau secara bersama- sama di tempat terbuka dengan tetap menjaga ketertiban dan tidak mengganggu hak orang lain. Namun Tafsîr al-Munîrtidak memasukkan murtad sebagai bentuk kebebasan berkeyakinan dimana menurutnya murtad adalah tindak kejahatan yang hukumannyaadalah mati. Pandangan ini berdasarkan hadits riwayat Ikrimah dalam Shahih Bukhari. Meskipun demikian tidak ada satu pun ayat Al-Quran yang menetapkan hukuman fisik
terhadap pelakunya.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | 200. Agama > 2X1. Al-qur'an dan Ilmu yang Berkaitan |
Divisions: | Pascasarjana > Tesis > Ilmu Al-Quran dan Tafsir |
Depositing User: | Andi Jumardi |
Date Deposited: | 19 Aug 2021 09:13 |
Last Modified: | 19 Aug 2021 09:13 |
URI: | https://repository.ptiq.ac.id/id/eprint/56 |