Tafsir bi al-ma’tsûr disebut-sebut sebagai tafsir yang paling benar dan yang paling objektif. Beberapa ulama seperti Ibn Taimiyah mengatakan wajibnya mengambil penafsiran dari para salaf dan setiap penafsiran yang menyelisihi mereka dianggap menyimpang.Tesis ini ingin menguji sejauh mana objektifitas dan validitas tafsir bi al-ma’tsûr. Pada faktanya problem subjektivitas selalu muncul dalam semua corak dan metode penafsiran termasuk tafsir bi al-ma’tsûr.Meskipun para mufasirberusaha menemukan makna yang objektif dari Al-Qur’an, yaitu dengan berpegang pada sumber tafsir yang otoritatif, tetapi ia tetap tidak mampu melepaskan unsur-unsur subjektivitasnya.
Selain itu, Permasalahan yang selalu muncul dan menjadi titik lemah tafsir bi al-ma’tsûradalah bertebarannya riwayat-riwayat lemah dan palsu, Terutama hal-hal yang menyangkut hubungan tafsir Al-Qur’an yang diwarisi dari Sahabat dan Tabi’in.Begitu juga masuknya israiliyatyang cenderung mengandung cerita-cerita yang tidak masuk akal, turut menjadikan tafsirbi al-ma’tsûr mendapat kritikan yang tajam.
Kesimpulan ini sejalan dengan teori fusi horizon Gadamer,yaitu suatu pemahaman yang berfungsi mempertemukan horizon penafsir dan horizon teks. Menurut Gadamer pengkaji teks telah berada dalam sebuah tradisi yang membuatnya memiliki pemahaman awal (pre-anderstanding) terhadap teks sehingga tidak berangkat dari pemahaman yang netral. Menurutnya, membaca dan memahami sebuah teks pada dasarnya adalah membangun sintesis antara dunia teks, dunia pengarang dan dunia pembaca. Ketiga hal ini menjadi pertimbangan penting dalam setiap pemahaman dan penafsiran.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi pustaka (library research). Sedangkan penelitian yang dilakukan adalah dengan menelaah bahan-bahan pustakaberupa teks-teks tafsirdan ‘ulûm al-Qur’ânsebagai sumber data.